Mengungkap Tradisi Bulan Suro
Bulan Suro atau Sura adalah bulan pertama dalam kalender Jawa yang selalu bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Bulan ini dikenal dengan keistimewaannya dan sarat dengan berbagai tradisi, ritual, serta mitos yang diwariskan turun-temurun. Salah satu tradisi yang paling menarik perhatian adalah larangan untuk mengadakan pernikahan pada bulan Suro. Mengapa orang Jawa tidak menikah di bulan ini? Yuk, kita telusuri lebih dalam!
Sejarah dan Kepercayaan
Bulan Suro dianggap sebagai bulan yang keramat bagi masyarakat Jawa. Secara historis, bulan ini dikaitkan dengan berbagai peristiwa penting dan sakral. Beberapa keyakinan menyebutkan bahwa bulan Suro adalah saat dimana para leluhur dan roh-roh gaib turun ke bumi. Oleh karena itu, banyak ritual yang dilakukan untuk menghormati mereka, seperti ruwatan dan tirakatan.
Menurut kepercayaan Jawa, bulan Suro juga dianggap sebagai bulan yang penuh dengan kesialan dan malapetaka. Orang tua dulu percaya bahwa mengadakan acara besar seperti pernikahan pada bulan ini bisa mendatangkan nasib buruk. Kepercayaan ini begitu kuat hingga banyak orang memilih untuk menunda pernikahan mereka hingga bulan berikutnya.
Mitos dan Fakta
Ada banyak mitos yang berkembang seputar bulan Suro. Salah satunya adalah mitos tentang raja Mataram yang mengalami berbagai kesulitan dan tragedi pada bulan ini. Kisah-kisah tentang peperangan dan bencana alam yang terjadi pada bulan Suro semakin memperkuat kepercayaan bahwa bulan ini tidak baik untuk melangsungkan pernikahan.
Namun, jika kita melihat dari perspektif yang lebih rasional, larangan menikah di bulan Suro sebenarnya bisa jadi merupakan bentuk kehati-hatian dan penghormatan terhadap tradisi. Bulan Suro yang penuh dengan ritual dan kegiatan keagamaan memerlukan fokus dan perhatian khusus. Mengadakan pernikahan yang juga membutuhkan persiapan dan perhatian yang besar bisa dianggap kurang tepat dilakukan bersamaan dengan kegiatan sakral tersebut.
Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, bulan Muharram (yang bertepatan dengan bulan Suro) juga memiliki makna khusus. Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dihormati dalam Islam, selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Bulan ini dikenal sebagai bulan yang diharamkan (dihormati), di mana umat Islam dianjurkan untuk menghindari pertikaian dan perang, serta memperbanyak ibadah dan amal kebaikan.
Namun, Islam tidak mengenal larangan khusus untuk menikah di bulan Muharram. Dalam Islam, menikah adalah sunnah Rasulullah dan dianjurkan untuk dilakukan kapan saja, kecuali pada waktu-waktu yang diharamkan seperti saat wanita sedang haid atau dalam masa iddah. Oleh karena itu, dari perspektif agama Islam, tidak ada larangan atau kesialan yang berhubungan dengan menikah di bulan Muharram.
Peristiwa Penting di Bulan Muharram (Suro)
Bulan Muharram memiliki sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menambah kekhususan dan kesakralannya:
- Hijrah Nabi Muhammad SAW: Salah satu peristiwa paling signifikan adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, yang menandai dimulainya kalender Hijriah.
- Perang Karbala: Pada tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai Hari Asyura, terjadi tragedi besar yaitu Perang Karbala, dimana cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain, beserta keluarganya syahid di tangan pasukan Yazid bin Muawiyah. Peristiwa ini sangat dikenang khususnya oleh umat Syiah sebagai hari duka dan peringatan pengorbanan besar dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan.
- Nabi Musa dan Bani Israel: Dikisahkan dalam Al-Qur’an, pada Hari Asyura, Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israel dari kejaran Firaun dengan membelah Laut Merah. Umat Islam dianjurkan untuk berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur dan mengenang peristiwa tersebut.
Ritual dan Aktivitas di Bulan Suro
Di bulan Suro, masyarakat Jawa biasanya mengadakan berbagai macam ritual dan aktivitas keagamaan. Salah satu yang paling terkenal adalah malam 1 Suro, dimana orang-orang melakukan tapa brata, atau tirakat, dengan harapan mendapatkan berkah dan perlindungan. Ada juga upacara ruwatan yang bertujuan untuk membersihkan diri dari kesialan dan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Selain itu, ada tradisi Grebeg Suro yang diadakan di beberapa daerah Jawa. Tradisi ini melibatkan arak-arakan, pertunjukan seni, dan berbagai kegiatan lainnya yang bertujuan untuk memeriahkan bulan Suro serta memohon keselamatan dan keberkahan.
Pengaruh Modernitas
Meski kepercayaan dan tradisi mengenai bulan Suro masih kuat, pengaruh modernitas mulai mengubah pandangan sebagian orang. Banyak yang mulai mempertanyakan relevansi larangan menikah di bulan Suro dengan kehidupan saat ini. Beberapa pasangan muda yang lebih rasional dan kurang percaya pada mitos mungkin tetap memilih untuk menikah di bulan Suro, asalkan mereka yakin dengan keputusan mereka.
Namun demikian, menghormati tradisi dan keyakinan leluhur tetap menjadi hal yang penting bagi banyak orang Jawa. Meskipun mungkin tidak sekeras dulu, larangan menikah di bulan Suro tetap dijalankan oleh sebagian besar masyarakat sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi dan kebijaksanaan leluhur.
Kesimpulan
Tradisi dan kepercayaan tentang bulan Suro yang melarang pernikahan menunjukkan betapa kaya dan kompleksnya budaya Jawa. Meski sebagian mungkin melihatnya sebagai mitos atau kepercayaan kuno, banyak yang masih memegang teguh tradisi ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan kebijaksanaan yang diwariskan.
Bulan Suro adalah waktu yang istimewa bagi masyarakat Jawa, penuh dengan ritual dan kegiatan sakral. Larangan menikah di bulan ini adalah bagian dari tradisi yang menghormati kesakralan dan makna bulan Suro itu sendiri. Dalam dunia yang semakin modern ini, penting untuk selalu menghargai dan melestarikan warisan budaya kita, termasuk kepercayaan dan tradisi yang telah ada sejak dulu.
Baca Juga : E-Course Agar Tidak Ditinggalkan Pasangan!
Literatur dan Sumber
- Geertz, Clifford. The Religion of Java. The University of Chicago Press, 1960.
- Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka, 1984.
- Woodward, Mark R. Islam in Java: Normative Piety and Mysticism in the Sultanate of Yogyakarta. University of Arizona Press, 1989.
- Mulder, Niels. Mysticism in Java: Ideology in Indonesia. Penerbit Kanisius, 2005.
- Ahsan, Muhammad. “Muharram and its Significance.” Islamic Studies Journal, 2020.
Menghormati tradisi adalah bentuk rasa cinta kita kepada budaya dan sejarah yang telah membentuk kita. Jadi, apakah kamu berencana menikah di bulan Suro? Pilihan ada di tanganmu!
Tinggalkan Balasan